Cirebon merupakan salah satu wilayah penting maritim di Indonesia, kota ini memiliki sejarah kepahlawanan maritim sejak Kesultanan Cirebon berdiri, yang sangat terkenal yakni Fatahillah, menantu Sultan Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, pahlawan yang mengalahkan Portugis dan pendiri Jayakarta (Jakarta).
Kisah kepahlawanan maritim lainnya adalah Kapten (Anumerta) Samadikun. Peristiwa pertempuran laut di Cirebon terjadi pada tanggal 5 januari 1947 antara Kapal Gajah Mada melawan kapal Belanda HR MS Kortenaer. Pertempuran ini merupakan ekses perjanjian Linggarjati yang dilakukan Antara pihak RI dengan Belanda dari tanggal 7 – 15 Januari 1946. Eskader ALRI pada perundingan Linggarjati mendapat tugas sebagai pengaman, pengawal dan pengangkut delegasi Belanda yang datang lewat laut.
Hasil perundingan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan tubuh RI, dan berpotensi menimbulkan perpecahan diantara para pejuang. Ditinjau dari sudut pandang militer perjanjian itu sangat melemahkan perjuangan Bangsa Indonesia. Menghadapi situasi seperti itu Panglima Besar Jenderal Sudirman memberikan instruksi untuk tetap waspada dan bersatupadu menghadapi musuh.
Sebagai penjabaran dari instruksi Panglima Besar Sudirman, di Cirebon dibentuk Gabungan Komando Bersenjata dan segera mengadakan manuver latihan pada tanggal 4-6 Januari 1947. ALRI pada latihan itu mengerahkan lima buah Kapal dibawah pimpinan Letnan Satu Samadikun. Eskader yang terlibat antara lain KRI Gajah Mada di bawah Komandan Lettu Samadikun, Kapal Patroli P-8 dibawah komandan Lettu Sukamto, Kapal Patroli P-9 di bawah Komandan Lettu Supomo, Kapal Tunda Semar di bawah Komandan Lettu Toto PS dan Kapal Tunda Antareja.
Tanggal 4 Januari 1947, latihan pendaratan Marinir di Gebang, berjalan lancar di bawah Letda Abdul Kadir. Pada 5 Januari, pasukan eskader keluar jam 06.00 dari Pelabuhan Cirebon menuju Daerah latihan. Pada jarak enam mil terlihat Kapal Belanda HR MS Kortenaer didampingi Kapal Pemburu. Pada jarak empat mil Kapal Belanda mengirim isyarat untuk eskader ALRI agar berhenti, hal itu tidak dipatuhi, bahkan Lettu Samadikun memerintahkan kapal eskader untuk melakukan olah gerak dari formasi lini ke formasi Diamon.
Melihat manuver itu, kapal Belanda melakukan penembakan terhadap Kapal Patroli P-8 dan meleset. Lettu Samadikun mengambil Komando dan memerintahkan unsur eskader melakukan despersi menghindar, sementara KRI Gajah Mada mengambil posisi serang, hal itu dilakukan agar tidak semua eskader mengalami kehancuran.
Tembakan kedua Kapal Belanda langsung diarahkan ke KRI Gajah Mada tepat ke lambung kanan, hingga rusak dan bocor. Situasi menjadi tidak mungkin bertahan, Lettu Samadikun memerintahkan pasukan meninggalkan kapal, lalu mengambil senjata Kaliber 12,7 mm dan melakukan tembakan balasan. Kapal Belanda menembakkan meriamnya bertubi-tubi ke arah KRI Gajah Mada. Akhirnya peluru ke 12 meriam Belanda menenggelamkannya, bersama Komandan Lettu Samadikun.
Dalam pertempuran tersebut Indonesia kehilangan satu kapal, tiga pahlawan gugur serta 26 menjadi tawanan Belanda. Tanggal 7 Januari jenazah Lettu Samadikun ditemukan. Dengan upacara militer jenazah almarhum dimakamkan di TMP Kesenden dan dinaikkan pangkatnya menjadi Kapten Laut Samadikun. Untuk mengenang jasanya namanya dijadikan nama jalan di Kota Cirebon.
Selain di jadikan nama jalan di kota Cirebon Kapten laut Samadikun juga di jadikan nama salah satu Kapal Perang Republik Indonesia dengan nama KRI Samadikun (341).
Seilas profil tentang KRI Samadikun
Di bangun di Avondale Marine, Westwego, LA, di luncurkan pada tanggal 29 July 1953 dan comisooning 5 May 1959. Dan dikirim ke Indonesia dengan nama KRI Samadikun pada 20 February 1973, status sekarang pensiun.
Spesifikasi Claud Jones Class (Kelas Samadikun) :
Terima kasih telah mengunjungi dan membaca informasi : Historia : Kapten Samadikun Pahlawan Pertempuran Laut di Cirebon
Kisah kepahlawanan maritim lainnya adalah Kapten (Anumerta) Samadikun. Peristiwa pertempuran laut di Cirebon terjadi pada tanggal 5 januari 1947 antara Kapal Gajah Mada melawan kapal Belanda HR MS Kortenaer. Pertempuran ini merupakan ekses perjanjian Linggarjati yang dilakukan Antara pihak RI dengan Belanda dari tanggal 7 – 15 Januari 1946. Eskader ALRI pada perundingan Linggarjati mendapat tugas sebagai pengaman, pengawal dan pengangkut delegasi Belanda yang datang lewat laut.
Hasil perundingan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan tubuh RI, dan berpotensi menimbulkan perpecahan diantara para pejuang. Ditinjau dari sudut pandang militer perjanjian itu sangat melemahkan perjuangan Bangsa Indonesia. Menghadapi situasi seperti itu Panglima Besar Jenderal Sudirman memberikan instruksi untuk tetap waspada dan bersatupadu menghadapi musuh.
Sebagai penjabaran dari instruksi Panglima Besar Sudirman, di Cirebon dibentuk Gabungan Komando Bersenjata dan segera mengadakan manuver latihan pada tanggal 4-6 Januari 1947. ALRI pada latihan itu mengerahkan lima buah Kapal dibawah pimpinan Letnan Satu Samadikun. Eskader yang terlibat antara lain KRI Gajah Mada di bawah Komandan Lettu Samadikun, Kapal Patroli P-8 dibawah komandan Lettu Sukamto, Kapal Patroli P-9 di bawah Komandan Lettu Supomo, Kapal Tunda Semar di bawah Komandan Lettu Toto PS dan Kapal Tunda Antareja.
Tanggal 4 Januari 1947, latihan pendaratan Marinir di Gebang, berjalan lancar di bawah Letda Abdul Kadir. Pada 5 Januari, pasukan eskader keluar jam 06.00 dari Pelabuhan Cirebon menuju Daerah latihan. Pada jarak enam mil terlihat Kapal Belanda HR MS Kortenaer didampingi Kapal Pemburu. Pada jarak empat mil Kapal Belanda mengirim isyarat untuk eskader ALRI agar berhenti, hal itu tidak dipatuhi, bahkan Lettu Samadikun memerintahkan kapal eskader untuk melakukan olah gerak dari formasi lini ke formasi Diamon.
Melihat manuver itu, kapal Belanda melakukan penembakan terhadap Kapal Patroli P-8 dan meleset. Lettu Samadikun mengambil Komando dan memerintahkan unsur eskader melakukan despersi menghindar, sementara KRI Gajah Mada mengambil posisi serang, hal itu dilakukan agar tidak semua eskader mengalami kehancuran.
Tembakan kedua Kapal Belanda langsung diarahkan ke KRI Gajah Mada tepat ke lambung kanan, hingga rusak dan bocor. Situasi menjadi tidak mungkin bertahan, Lettu Samadikun memerintahkan pasukan meninggalkan kapal, lalu mengambil senjata Kaliber 12,7 mm dan melakukan tembakan balasan. Kapal Belanda menembakkan meriamnya bertubi-tubi ke arah KRI Gajah Mada. Akhirnya peluru ke 12 meriam Belanda menenggelamkannya, bersama Komandan Lettu Samadikun.
Dalam pertempuran tersebut Indonesia kehilangan satu kapal, tiga pahlawan gugur serta 26 menjadi tawanan Belanda. Tanggal 7 Januari jenazah Lettu Samadikun ditemukan. Dengan upacara militer jenazah almarhum dimakamkan di TMP Kesenden dan dinaikkan pangkatnya menjadi Kapten Laut Samadikun. Untuk mengenang jasanya namanya dijadikan nama jalan di Kota Cirebon.
Selain di jadikan nama jalan di kota Cirebon Kapten laut Samadikun juga di jadikan nama salah satu Kapal Perang Republik Indonesia dengan nama KRI Samadikun (341).
Seilas profil tentang KRI Samadikun
KRI Samadikun, Ketika masih sebagai USS Claud Jones (DE-1033) |
Spesifikasi Claud Jones Class (Kelas Samadikun) :
- Tipe : Destroyer escort
- Produksi : Avondale shipyard, AS
- Berat (kosong) : 1314 ton
- Berat (penuh) : 1916 ton
- Tinggi : 11,3 meter
- Panjang : 95 meter
- Lebar : 5,5 meter
- Mesin : 4 Fairbanks-Morse 38ND8 diesels
- Jarak jelajah : 7.000 mil laut dengan kecepatan 12 knot
- Kecepatan max : 22 knot
- Radar : SPS-6E-2D Air Search
- Sonar : EDO 786, SQS-45(V), SQS-39(V), SQD-42(V)
- Awak : 171 (12 perwira)
Sumber : Garuda Militer
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan Komentar yang Baik dan Bijaksana