Pencetus ide dibuatnya pesawat ulang-alik Columbia adalah para ahli NASA pada tahun 1960-an. Pada tahun 1972 baru Presiden Richard Nixon menyetujui pengembangan pesawat tersebut dengan biasa US$ 5,2 miliar.
Dari sekian banyak desain, akhirnya NASA memilih desain yang terdiri dari 2 pesawat terbang, yaitu sebuah pesawat pendorong (booster) berukuran Boeing 747, dan pesawat pengorbit berukuran Boeing 707. Untuk peluncuran dalam orbit, keduanya akan digerakkan oleh roket berbahan bakar hidrogen cair.
Kemudian, dengan mesin jet biasa untuk penerbangan di atmosfer. Namun ternyata desain ini memerlukan biaya dua kalinya (US$ 10 milyar).
Akhirnya, NASA mengganti pesawat pendorong yang kembali ke bumi dengan roket berbahan bakar padat. Ukuran pengorbit diperkecil. Tangki bahan bakar ditaruh di luar pesawat yang dapat dilepas sehabis dipakai. Perubahan ini mengurangi biaya pengembangan hingga separuhnya.
Tetapi biaya operasi bertambah, karena tangki raksasa setinggi 4,74 meter harus selalu diganti, padah pesawat direncanakan untuk 100 kali penerbangan. Pendorong berbahan bakar padat memang dapat dipergunakan berulang kali, tetapi hanya dengan menurunkannya ke laut dengan parasut, kemudi diperbaiki lagi. Hal ini memerlukan dua buah kapal dan alat-alat untuk membuang air seharga US$ 1 juta. Konfigurasi akhir ini adalah membuat pesawat itu menjadi pesawat glider yang didorong oleh roket.
Kabinnya dapat menampung 7 orang (atau 9 orang dalam keadaan darurat). Ruang barang yang panjangnya 18,3 meter dan lebar 4,5 meter dapat untuk membawa satelit ke dalam orbit geostasioner setinggi 36.000 km. Wadah tersebut juga dapat membawa laboratorium angkasa Badan Ruang Angkasa Eropa (ESA) yaitu semacam bengkel ilmiah yang dapat ditinggali seberat 11.340 kg.Terima kasih telah mengunjungi dan membaca informasi : Mengetahui Sejarah Pesawat Ulang-Alik
Dari sekian banyak desain, akhirnya NASA memilih desain yang terdiri dari 2 pesawat terbang, yaitu sebuah pesawat pendorong (booster) berukuran Boeing 747, dan pesawat pengorbit berukuran Boeing 707. Untuk peluncuran dalam orbit, keduanya akan digerakkan oleh roket berbahan bakar hidrogen cair.
Kemudian, dengan mesin jet biasa untuk penerbangan di atmosfer. Namun ternyata desain ini memerlukan biaya dua kalinya (US$ 10 milyar).
Akhirnya, NASA mengganti pesawat pendorong yang kembali ke bumi dengan roket berbahan bakar padat. Ukuran pengorbit diperkecil. Tangki bahan bakar ditaruh di luar pesawat yang dapat dilepas sehabis dipakai. Perubahan ini mengurangi biaya pengembangan hingga separuhnya.
Tetapi biaya operasi bertambah, karena tangki raksasa setinggi 4,74 meter harus selalu diganti, padah pesawat direncanakan untuk 100 kali penerbangan. Pendorong berbahan bakar padat memang dapat dipergunakan berulang kali, tetapi hanya dengan menurunkannya ke laut dengan parasut, kemudi diperbaiki lagi. Hal ini memerlukan dua buah kapal dan alat-alat untuk membuang air seharga US$ 1 juta. Konfigurasi akhir ini adalah membuat pesawat itu menjadi pesawat glider yang didorong oleh roket.
Kabinnya dapat menampung 7 orang (atau 9 orang dalam keadaan darurat). Ruang barang yang panjangnya 18,3 meter dan lebar 4,5 meter dapat untuk membawa satelit ke dalam orbit geostasioner setinggi 36.000 km. Wadah tersebut juga dapat membawa laboratorium angkasa Badan Ruang Angkasa Eropa (ESA) yaitu semacam bengkel ilmiah yang dapat ditinggali seberat 11.340 kg.
Oke, sama-sama, terus kunjungi blog ini yaa... :)
BalasHapus