Tahun 1930-an Jepang, yang baru setengah abad lebih membuka diri dari politik isolasinya (Restorasi Meiji 1871) sedang membutuhkan sumber daya alam minyak bumi untuk mendukung modernisasi industri dan perdagangan, serta tentunya alutsista (arsenal)nya. Jepang meminta bantuan Jerman untuk membangun angkatan darat dan persenjataannya, dan Inggris untuk membangun angkatan lautnya. Semua itu untuk mendukung politik ekspansionis dalam rangka memenuhi kebutuhan akan sumber2 mineral yang dibutuhkan dalam industri modern yang mereka bangun.
Sampai akhir 1920an, kebutuhan mineral2 tersebut dipenuhi dari negara2 Amerika Serikat (AS), Inggris (& Australia), Perancis dan Belanda, yang menjarah dari negeri2 jajahan mereka di Asia Pasifik, kecuali AS yang memang punya sumber daya alam sendiri yang cukup signifikan di negerinya. AS memimpin rombongan pedagang internasional tersebut dgn memasok minyak bumi dan besi scrap (bahan baku baja).
Depresi ekonomi global pada 1930an (dikenal sebagai Great Depression) menghantam ekonomi Jepang cukup telak. Kebangkrutan ekonomi Jepang menimbulkan gerakan2 ultranasionalis sayap kanan di jajaran perwira tinggi militer Jepang untuk melakukan ekspansi ke negara2 tetangga untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku tersebut.
18 September 1931 - pasukan pro Jepang di Korea bernama "Kwangtung Army" menginvasi propinsi China Manchuria yang kaya deposit mineral. Diprotes oleh Liga Bangsa2 (LBB/League of Nations), Jepang memilih keluar dari LBB.
7 Juli 1937 - Pasukan Jepang menginvasi pesisir timur China, yang saat itu masih dipimpin partai Kuomintang dgn Presiden Generalissimo Chiang Kai-sek. Peristiwa ini mengawali perang Sino-Jepang ke-2.
Awal 1941 - Pasukan Jepang menginvasi Indochina Perancis (sekarang Vietnam, Khmer/Cambodia, Laos) dan akhirnya menganeksasi Thailand (dan memaksa pasukan kerajaan Thailand untuk bergabung dalam koalisi Axis/Poros). Pemerintah AS memprotes invasi ini dengan membekukan aset2 Jepang di AS dan mengembargo ekspor minyak AS ke Jepang. Belanda yang mengontrol sumur2 minyak di Hindia Belanda & Inggris yang mengokupasi sumber2 minyak di British North Borneo (Serawak & Sabah) mengikuti jejak AS sebagai bentuk solidaritas politik.
Sebagian faksi jenderal Jepang mengusulkan untuk menginvasi ke Uni Sovyet, yang saat itu sedang kewalahan menghadapi serbuan Nazi Jerman di front timur Eropa (Operasi Barbarossa). Namun sebagian jenderal yang lebih realistis melirik sumur2 minyak Belanda dan Inggris di Borneo, yang lemah pertahanannya. Koloni Hindia Belanda hanya dipertahankan oleh 70.000 personil KNIL dan 1500 pelaut KNIM dgn 1 eskader dipimpin Admiral de Ruyter. Koloni Inggris di Malaya dan Borneo Utara pun hanya dijaga oleh puluhan ribu pasukan saja. Hambatan utamanya adalah pangkalan utama Royal Navy di Singapore dan US Navy di Subic Bay, Filipina. Memang Inggris sedang kewalahan di front Eropa, namun diam2 Presiden Roosevelt sudah menggeser armada US Pacific Fleet ke Pearl Harbour, Hawai'i.
Di lain pihak, sumur2 minyak Belanda di Tarakan dan Mahakam menjanjikan sumber minyak bumi yang luar biasa besar. Royal Dutch Shell, perusahaan minyak negara Belanda, merupakan produsen minyak terbesar ke-3 di dunia dgn instalasi penyulingan utama di Balikpapan.
1941 - Jenderal Tomoyuki Yamashita mengusulkan ide briliant untuk menginvasi Malaya dan Singapore dari arah darat. Laksamana Yamamoto mencetuskanide untuk menghancurkan US Pacific Fleet di Pearl Harbour untuk memperlambat reaksi AS. Tuntutan AS agar Jepang mundur dari China juga ditampik mentah2. Akhirnya pemerintahan sipil Jepang jatuh dan rezim militer pimpinan Jenderal Hideki Tojo berkuasa. Tojo memaksakan gagasan untuk berperang demi harga diri bangsa dan kekurangan suplai minyak. Akhirnya dengan restu Kaisar Hirohito, Tojo memerintahkan Yamamoto untuk berlayar ke Pearl Harbour pada 1 Desember 1941 untuk membombardir US Pacific Fleet. Perang Dunia 2 pun secara resmi berkobar di Pasifik dengan dijatuhkannya bom di atas kapal perusak USS Arizona pada Minggu pagi 7 Desember 1941.
Dalam 6 bulan pertama perang berlangsung, balatentara Dai Nippon merajalela dengan cepat di seantero Asia Tenggara. Yamashita memimpin pasukan infantri menembus belantara Malaya dgn sepeda beroda kayu untuk mengecoh pertahanan Inggris di sana dan akhirnya merebut Singapore dari Johor pada Januari 1942. Pertempuran dilanjutkan ke sumur2 minyak Belanda di Sumatra (Pangkalanbrandan, Pangkalansusu, Dumai, Plaju dan Sungaigerong) yang ditaklukan dalam hitungan 4 bulan sejak serangan ke Pearl Harbour. Hingga akhirnya panglima KNIL Letjen Ter Poorten menyerah di Kalijati, Subang pada 9 Mei 1942. Seluruh Asia Tenggara takluk kepada Jepang.
Pemerintah Belanda yang lari ke Australia memerintahkan perusahaan minyak Shell untuk membumi hanguskan fasilitas penyulingan di Balikpapan dan sumur2 minyak di Tarakan untuk mencegah direbut utuh oleh Jepang. Ketika Jepang mendarat di Tarakan, yang mereka temui hanyalah sumur dan fasilitas pengeboran minyak yang sudah hangus terbakar. Penyulingan minyak di Balikpapan sempat diselamatkan karena pasukan KNIL yang ditugaskan membakarnya ketakutan begitu mendengar pasukan Jepang sudah mendarat di pantai Sepinggan (bandara sekarang) dan menyerang dari belakang (bukit), sementara posisi artileri pantai KNIL semua menghadap ke laut (seaward weaponry). Akhirnya Tarakan dan Balikpapan pun jatuh ke tangan Jepang pada Januari 1942. (forum.viva.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berikan Komentar yang Baik dan Bijaksana