Pages - Menu

5 Cerita di awal berdirinya TNI

Tentara Nasional Indonesia (TNI) genap berusia 69 tahun hari ini (5 Oktober 2014). TNI boleh berbangga dengan beragam alutsista yang saat ini dimiliki, baik oleh TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut maupun Angkatan Udara, dari beragam alutsista tersebut sebagian merupakan produk dalam negeri, seperti Kapal Cepat Rudal 40 dan 60 meter, dan ini belum termasuk rencana pengadaan alutsista kedepannya, seperti kerjasama dengan Belanda dalam pembuatan Kapal perang fregat jenis Perusak Kawal Rudal (PKR) atau kerjasama dengan Korea Selatan dalam pembuatan Kapal Selam.

Melihat dari sejarah, TNI awalnya bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Berdiri tanggal 5 Oktober 1945, dan jatuh bangun mengawal kedaulatan republik. TNI terbentuk dari rakyat, bukan tentara bayaran yang hanya mencari gaji.

Menurut Presiden Soekarno, banyak cerita mengharukan yang lucu dan menarik di awal pendirian TNI. Dan berikut ini beberapa cerita awal berdirinya TNI, dikutip dari merdeka.com yang merupakan rangkuman dari biografi Soekarno yang ditulis Cindy Adams.

1. Bawa granat langsung jadi perwira

Menjadi perwira TNI kini sangat sulit. Kalau bukan lulusan Akademi Militer maka harus sarjana yang kemudian mengikuti sekolah perwira. Seleksinya berat dan selektif.

Saat TKR terbentuk tanggal 5 Oktober 1945, sangat mudah menjadi perwira. Cukup bawa granat rampasan dan mendaftar. Tak perlu tes ini dan itu, langsung diberi pangkat letnan.

"Seorang sukarelawan yang mendaftarkan diri dengan membawa 10 anak buah, diberi pangkat kopral. Bila memimpin 20 orang, ia menjadi sersan. Tetapi bila membawa senapan dan granat selundupan, dia menjadi perwira," kata Soekarno.

2. Seragam belang-belang

Kini TNI punya seragam loreng yang bagus dan sama model maupun motifnya. Helm baja lengkap dengan sepatu boot berkualitas untuk bertempur.

Tahun 1945, seragam TNI tak sama. Jangankan membuat seragam yang sama, punya baju dan celana layak pakai saja sudah mewah.

"Sebagian tentara memakai uniform rampasan dari Belanda. Sebagian rampasan Australia dan ada juga yang melucuti tentara Jepang lengkap dengan sepatu boot dan pedang panjang," kata Soekarno.

Uniknya saat itu bisa saja komandan hanya memakai pakaian usang dan celana pendek lusuh, sementara prajuritnya berpakaian lebih bagus. Tergantung siapa yang merampas duluan. Banyak juga yang ukurannya tak sesuai, sehingga kebesaran.

Tapi tak ada yang peduli saat itu. Mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia sejuta kali lebih penting daripada seragam mentereng.

3. Satu senjata untuk 5 orang

Tentara Keamanan Rakyat dibentuk dari nol. Tanpa dukungan dana, maupun peralatan. Kondisi tentara Indonesia sangat memprihatinkan.

"Yang dipakai sebagai ukuran vital, setiap lima orang prajurit memiliki satu pucuk senjata," kata Soekarno.

Saat itu TKR mengandalkan senjata rampasan dari Jepang atau sisa Belanda yang sudah tua. Jangan heran jika melihat barisan-barisan tentara hanya menyandang bambu runcing atau samurai.

"Kami mempunyai prajurit tanpa senjata, tanpa seragam dan tanpa gaji, tetapi tentara kami terus berkembang," kata Soekarno haru.

4. 1,5 Jam naik pangkat jadi mayor

Seperti kebiasaan di hampir semua negara, seorang presiden selalu mempunyai ajudan perwira militer. Seorang pejuang sipil lalu diangkat jadi ajudan Presiden Soekarno dan diberi pangkat letnan. Tentu saja pemuda itu sangat gembira karena sebelumnya tak punya pangkat apa-apa.

Tapi penasihat Soekarno kemudian protes. "Ini tidak boleh terjadi. Ratu Juliana dari Negara Belanda yang hanya memimpin 10 juta orang memiliki ajudan seorang kolonel. Bagaimana orang nanti orang memandang Soekarno, presiden yang memerintah lebih dari 70 orang, memiliki ajudan yang hanya berpangkat letnan," katanya.

Soekarno berpikir. "Betul juga."

Soekarno lalu memanggil letnan ajudannya itu. "Sudah berapa lama kau jadi letnan?"

Si ajudan menjawab "1,5 jam, Pak!" katanya sambil menghormat.

"Nah, karena kita merupakan negara baru yang tumbuh cepat. Mulai sore ini kau menjadi mayor," kata Soekarno.

5. Asal berani naik pesawat, jadi pilot

Jika kini TNI AU sudah memiliki F-16, Sukhoi, T-50i dan aneka pesawat lain, maka tahun 1945 kondisinya bagai bumi dan langit. Saat itu Angkatan Udara hanya punya beberapa pesawat bekas Jepang yang sebenarnya tak layak terbang.

Saat itu jumlah orang Indonesia yang bisa menerbangkan pesawat hanya beberapa orang. Sebagian malah takut terbang. Maka tes masuk AU pun tentu tak sesulit sekarang.

"Satu-satunya pertanyaan yang diajukan adalah, "Apakah anda, berani naik pesawat terbang kita? Bila jawabannya "ya", maka dia diterima di Angkatan Udara," kenang Soekarno.

Nasib Angkatan laut juga tak kalah miris. Saat itu hanya ada beberapa kapal kayu. Tak seimbang dengan Indonesia yang lautnya sangat luas.

Sumber : Merdeka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar yang Baik dan Bijaksana