Pages - Menu

Sultan Hamid II, Sang Pembuat Lambang Garuda


Banyak orang tahu dan harus mengetahui lambang negaranya, termasuk lambang negara Republik Indonesia, masyarakat Indonesia tentu harus tahu apa lambang negaranya dan tentunya semua orang mungkin akan tahu. Tapi nama pembuat lambang Garuda Pancasila seolah dilupakan dan mungkin juga hanya segelintir orang yang mengenal Sutan Hamid Algadrie atau Sultan Hamid II sebagai pembuatnya. Sultan Hamid II malah lebih dikenal sebagai pemberontak.

Lalu Siapa Sultan Hamid II?

Sultan Hamid II adalah seorang menteri di Kabinet Indonesia Serikat (RIS). Dia berjasa menciptakan lambang Garuda Pancasila yang menjadi lambang negara Indonesia. Sosoknya ganteng, tegap dan perlente. Di darahnya mengalir darah ningrat Kesultanan Pontianak. Dia satu dari sedikit orang pribumi yang bisa lulus Akademi Militer Belanda di Breda. Sultan Syarif Hamid Alqadri dilahirkan 12 Juli 1913. Putra Sultan Syarif Muhammad Alkadri, Sultan keenam Pontianak.

Walau terlahir dari Kesultanan Islam, kehidupan Hamid Alqadri sepertinya lebih ke-Eropa-eropaan. Dia sempat masuk Technische Hooge School (THS). Tetapi dia akhirnya lebih memilih menjadi perwira tentara Belanda yang disebut Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger (KNIL). Hamid muda memutuskan masuk ke Koninklijke Militaire Academie di Breda. Dia mengaku sangat tertarik dengan kehidupan militer.

Setelah lulus, Hamid menjadi Letnan II. Hamid juga menikah dengan wanita Belanda bernama Marie van Delden. Wanita yang dikenal dengan nama Dina Van Delden ini putri Kapten seorang tentara Belanda.

Masuknya Jepang, menghancurkan kekuatan Belanda di Nusantara. Hamid yang sempat berperang di Balikpapan ini kemudian dijebloskan Jepang ke penjara di Batavia. Dia ditahan dari tahun 1942-1945. Baru bebas setelah Jepang dikalahkan sekutu.

Hamid kembali menjadi tentara Belanda. Pangkatnya dinaikkan menjadi Kolonel, kemudian Jenderal Mayor. Mungkin dia pribumi dengan pangkat militer tertinggi. Tapi akhirnya dia melepaskan diri dari dinas militer dan memimpin rakyat Pontianak.

Diakui Hamid, sebuah keputusan yang berat meninggalkan dunia ketentaraan. Apalagi dia diangkat menjadi ajudan istimewa Ratu Belanda Wilhelmina.

Kemudian Sultan Hamid menjadi Ketua Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO). Forum negara-negara federal di Indonesia. Banyak pihak yang menganggap BFO adalah boneka Belanda, walau pendapat ini tak selamanya benar.

Saat Republik Indonesia Serikat (RIS) terbentuk, Hamid diangkat Soekarno untuk menjadi menteri negara. Tugasnya menyediakan gedung dan menciptakan lambang negara.

Hamid menyerahkan rancangannya. Wujud seorang manusia yang berkepala Garuda dan menggenggam perisai Pancasila. Itulah desain awal Pancasila. Soekarno kemudian memberikan beberapa usul, manusia Garuda diubah sepenuhnya menjadi burung garuda. Tapi saat itu burung garuda masih 'gundul' dan tidak berjambul.

Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.

Soekarno terus memperbaiki bentuk Garuda Pancasila. Pada tanggal 20 Maret 1950 Soekarno memerintahkan pelukis istana, Dullah, melukis kembali rancangan tersebut. Beberapa yang diperbaiki antara lain penambahan jambul pada kepala Garuda Pancasila. Selain itu mengubah posisi cakar kaki yang mencengkram pita dari semula di belakang pita menjadi di depan pita.

Banyak yang menduga Soekarno menambahkan jambul karena kepala Garuda gundul dianggap terlalu mirip dengan Bald Eagle, Lambang Amerika Serikat.

Karir politik Hamid sendiri berakhir tak lama berselang. Dia bersekutu dengan Westerling untuk menyerang sidang kabinet di Pejambon. Hamid memerintahkan Westerling membunuh menteri pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX , Kepala Staf Angkatan Perang Kolonel TB Simatupang dan Sekjen Kementerian Pertahanan Ali Budiarjo.

Percobaan pembunuhan itu gagal. Sultan Hamengkubuwono IX menangkap Sultan Hamid II. Dia diadili tahun 1953. Pembelaan dirinya ditolak. Pengadilan mengganjarnya dengan hukuman 10 tahun penjara atas kesalahan menggerakkan pemberontakan.

Nama Hamid pun dikenal sebagai pemberontak. Begitu yang tertulis di buku-buku sejarah. Jasanya menciptakan burung Garuda seolah dilupakan.

Mengapa Sultan Hamid II akhirnya memberontak?

Banyak yang menilai Sultan Hamid II tidak puas dengan jabatan yang diberikan Soekarno. Dia hanya menteri tanpa portofolio yang bertugas menyiapkan acara kenegaraan dan lambang negara.

Hamid yang mantan opsir Belanda ini ingin menjadi menteri pertahanan RI. Alasannya, Hamid adalah perwira lulusan Akademi Militer Belanda. Dia kemudian diangkat menjadi jenderal mayor, pangkat tertinggi bagi perwira pribumi di Tentara Hindia Belanda atau KNIL.

Bandingkan dengan Kepala Staf Angkatan Perang TB Simatupang yang 'cuma' dari Akademi Militer Belanda di Bandung. Atau Nasution yang 'cuma' lulusan Sekolah Perwira Cadangan Tentara Belanda. Sebagai lulusan Breda dan mantan tentara Hindia Belanda, tentu Hamid merasa lebih unggul.

Saat ditawari Westerling bergabung, Sultan Hamid II setuju. Westerling kemudian membentuk Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Anggotanya berasal dari Pasukan KNIL yang tak mau bergabung dengan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS).

APRA pimpinan Westerling menyerang Bandung. Mereka membunuh dengan kejam para prajurit Siliwangi. Namun aksi ini tak berlangsung lama. Dalam waktu singkat, gerakan APRA bisa ditumpas oleh TNI. Niat mereka untuk melakukan kudeta ke Jakarta gagal karena suplai senjata yang mereka tunggu tak kunjung datang. Perlawanan ini dipatahkan di Cianjur dan Cikampek oleh TNI.

Maka Westerling dan Hamid menyusun rencana untuk menyerang sidang Kabinet RI di Jl Pejambon, Jakarta Pusat, tanggal 24 Januari 1950. Target yang akan dibunuh adalah Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sekjen Kementerian Pertahanan Ali Budiarjo dan Kepala Staf Angkatan Perang, TB Simatupang.

Penyerangan direncanakan pukul 19.00 WIB. Westerling bersama satu truk pasukannya telah siap. Namun saat dia hendak menyerang, ternyata Sidang Kabinet sudah bubar sekitar pukul 18.35 WIB. Sultan HB IX, Ali Budiarjo dan TB Simatupang serta semua pejabat penting RI sudah meninggalkan Jalan Pejambon.

Rencana pembunuhan ini gagal. Westerling kemudian melarikan diri. Sementara Sultan Hamid II berhasil ditangkap di Hotel Des Indes beberapa waktu kemudian.

Rencana membunuh Sultan HB IX adalah akhir petualangan Westerling di Indonesia. Dia kemudian dilarikan dengan pesawat Angkatan Laut Belanda ke Singapura, lalu ke Eropa dan akhirnya sampai ke Belanda.

Sultan Hamid II. Dia diadili tahun 1953. Pembelaan dirinya ditolak. Pengadilan mengganjarnya dengan hukuman 10 tahun penjara atas kesalahan menggerakkan pemberontakan.

Sumber : Merdeka & Merdeka

1 komentar:

  1. saran saya saudara mungkin bisa cari data beliau di literatur yang lebih akurat, dan mohon diperbaiki ya.. :)

    BalasHapus

Berikan Komentar yang Baik dan Bijaksana